Jumat, 03 Februari 2012

Sepenggal cerita saat tiba di Amerika


Setelah menu terakhir yang diberikan oleh para flight attendances beberapa puluh menit kemudian disuarakan pesan oleh awak pesawat bahwa pesawat akan mendarat sebentar lagi. Sabuk pengaman harus dikenakan beriku sandaran kursi ditegakkan. Kulihat di balik jendela gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan megahnya dengan keyakinan bahwa disanalah tempat Spiderman dibuat dan juga beberapa film Hollywood lainnya. Tepat di seberang kanaku seorang anak muda Afro-American yang beramput dipilin-pilin persis tokoh Twinky dalam film Tokyo Drift. Sementara tepat di sisi kiriku seorang wanita Jepang yang selalu menanyakan “Are you okey with your food?”  dengan pronounciation Jepangnya yang khas. Ku perhatikan setiap orang dengan konsentrasinya masing-masing. Kebanyakan mereka membaca buku, bermain game, mendengarkan musik dan aku sendiri mencoba menghabiskan cerita Rasus dan Srinthil dalam buku “Ronggeng Dukuh Paruk”.

Ia itu belum apa-apa. Berbidang-bidang tanah di kejauhan dan rumah-rumah yang nampak jarang dengan halaman luas menandakan bahwa hari itu pesawat benar-benar akan mendarat di benua Paman Sam. Derit badan pesawat dan juga hentakan-hentakan kecil membuatku tidak lagi bisa memejamkan mata. Napasku tertahan dan jantungku semakin berdegub dengan kuat namun teratur. Sejenak aku tertegun, menyadari bahwa kakiku akan menginjakkan di negeri adidaya itu. Negeri yang selama ini dikenal dunia dengan sederet cerita hitam dan putihnya. Deru angin dari sayap pesawat jumbo jet itu membuat sensasi udara semakin terasa bahwa pesawat itu akan segera hinggap di lintasan yang sangat panjang di bandara John F Kennedy, New York.

Berbaris di keimigrasian aku menyapa seorang penjaga yang nampak seperti orang tetangga desa yang biasa ke ladang di bawah terik sinar matahari. Ia memakai seragam hitam-hitam yang membalut kulit hitamnya yang kemudian dengan sangat ramah menyapa dan membantu.

"Oh please you get in line here"

setelah ku bilang bahwa aku punya connecting flight ke Ohio. Aku pun didahulukan daripada teman2 sepesawat untuk masuk keimigrasian. Beres dan aku bergegas mencari gate 23 dimana aku barus berjalan dari gate 1, jauhnya minta maaf. Disana pesawat sudah menunggu, sebuah pesawat komersial ukuran kecil yang berbentuk seperti pesawat jet pribadi dengan dua mesin di kanan kiri ekornya.

"This is my plane" batinku.

Aku pun masuk, sudah ada pramugari dengan wajah khas Amerika di sana, Anna. Aku masuk pertama kali di pesawat itu ternyata penumpang lain belum pada masuk. Setelah beberapa waktu, seats pun penuh dan kami siap berangkat.

Setelah tinggal landas, melambunglah pesawat itu menembus awan-awan tipis di atas New York. Di kejauhan nampak matahari yang masih terang menjelang sore, diarah berlawanan terhampar luas samudera atlantik dengan garis pantainya yang membujur ke selatan, indahnya. Di pinggiran kota nampak tata kota yang begitu rapi dengan desain jalan yang lurus-lurus sehingga persimpangannya membentuk sudut-sudut 90 derajat. Diantaranya banyak danau-danau kecil dan sunga-sungai yang nampak begitu besar berkelok-kelok sampai jauhnya tertutup awan yang bergumpal-gumpal tipis. Pada suatu sudut kutemui dua pemancang jembatan yang sangat tinggi, oh itu mungkin jembatan Broklyn yang selama ini terkenal dengan kekhasannya dengan warna merah dikelilingi gedung bertingkat. Di situlah beberapa film-film Box Office dibuat seperti Rumble in the Bronk dan lainnya.

Dalam penerbangan itu aku terkantuk-kantuk, akupun tidak kuasa menolak rasa kantuk yang menjadi-jadi sehingga perjalanan 1,5 jaman itu tiba2 sampai pada tujuan, Columbus Airport. Pesawat mendarat dengan mulusnya diikuti petugas pengatur lorong yang memasangkan lorongnya ke badan pesawat pas di pintu depan.

“Thank you, happy holliday” kata Anna.
Akupun membalasnya dengan senyum gembira “Thank you Anna, bye”.

Berakhirlah perjalananku di udara dan waktunya menunggu Pak Yojo dan 6 teman lainnya menjemput. Setelah ku ambil bagasi, aku mencari tempat penjemputan dan ternyata Pak Yojo dan teman-teman belum di situ.

Aku bertanya kepada petugas, “Exuse me, where I can get public phone to call my friend?, I just arrived from Indonesia and now I don’t have a cellphone now”,

“Oh you can use the phone with coins, over there (sambil menunjuk ke arah belakangku) but if you don’t find it you can ask to the officer inside there.” Jawab petugas itu.

Aku pun bergegas masuk dan mencarinya. Namun telefon umum itu sangat aneh bagiku. Tidak ada tombol untuk menekan nomer tujuan atau lubang untuk memasukkan koin ditambah di stan itu penjaganya sedang tidak ada. Dengan keadaan itu aku bertanya pada seseorang yang nampak seperti orang Amerika Latin.

“I’m sorry sir, are you officer here?” tanyaku.
“Oh no I’m not” jawabnya
“Oh I’m so sorry, I Just wanna ask you how to use that phone (sambil ku tunjuk ke arah telephon umum itu, dengan harapan juga dia akan menawarkan bantuan untuk menggunakan hand phonenya juga sebenarnya)”

Benar harapanku terkabul.
“Oh you can use mine, your friend’s number?”

Aku pun memberikan nomer Pak Yojo dan Mas Yusran untuk ditelfon dan akhirnya Pak Yojo yang mengangkat.
“Oke mas Nanang, tunggu sebentar ya, ini teman-teman minta diantar juga untuk membeli beberapa barang di Colombus” kata pak Yojo.
“Oke pak, saya tunggu di passenger pick-up area ya..?”. “Oke tunggu saja di situ” jawab beliau.

Sejujurnya aku merasa tidak begitu tahan dengan udara yang begitu menghujampori-pori kulit. Tulangku terasa membeku dan mungkret seperti ketika memegang es batu. Wajahku terasa begitu perih dan kakunya dengan udara itu, maklum di mBantul tidak pernah seperti ini. Maka dari itu aku memilih menunggu di dalam bandara. Aku mencoba cara orang barat memulai percakapan dengan membicarakan tentang cuaca. Seorang ibu yang sama-sama menunggu jemputan ku ajak bicara tentang cuaca.

“It’s so cold outside there, isn’t it?” kataku

“ yeah, but this is warm enough actually” jawabnya yang membuatku kaget.
“Where do you come from? Lanjutnya

“ I am from Indonesia and this is my first time to be here..Indonesia never has winter season” gayaku sok akrab, tapi diluar dugaanku dia tetap menanggapi dengan ramah tidak seperti yang ku bayangkan sebelumnya.

Beberapa waktu berselang akhirnya mereka datang. Bersama Pak Yojo ada Mas Yazid, Mas Yusran, Mas Iqra, Mas Hakim, Mba Eli dan Mba Yuyun. Mereka sudah ku kenal lewat Facebook dan kami jadi langsung kenal dan mulai bercanda. Setelah dari bandara kami ke Wallmart. Tempat itu seperti Carefour kalau di Indonesia. Berbagai barang belanjaan ada di sana namun malam itu sudah nampak mulai sepi karena itu merupakan malam Natal. Di sana teman-teman membeli beberapa kebutuhan begitu juga dengan aku yang membeli sedikit keperluan untuk sekedar bekal bertahan hari esok dan tidak lupa membeli lips palm untuk melumasi bibirku yang mulai pecah oleh suhu yang begitu dingin. Selesai dan kami pulang melewati kota Colombus yang sepi karena malam Natal.

Perjalanan sekitar 2 jam dari colombus, di jalan kami mengobrol, bercanda, dan bernyanyi. Mas Hakim atau biasa dipanggil Mas Daeng (berasal dari Makasar) yang selalu bercanda dan menyanyikan lagu Ebiet atau juga Bang Haji, Judi. Suasana di dalam mobil itu kian hangat dan ramai sampai kami sampai di Colombus. Sesampai di Colombus ternyata teman-teman ada undangan makan bersama di Islamic Centre. Begitu akan memasuki Islamic Centre Mba Yuyun dan Mba Eli naik ke atas, tempat untuk para sisters dan kami masuk ke ruang lantai dasar di mana brothers berkumpul. Sampai di sana nampak orang berkelompok-kelompok dengan nampan berukuran diameter sekitar 80cm di depan mereka. Mereka sedang makan bersama-sama dengan cara kembul dan nampak nasi dan lauknya sudah bercampur berserakan. Mungkin bisa dibayangkan kalau mereka berkelompok berlima dan masing-masing merauk nasi dan lauk apa jadinya gugusan nasi dan tumpukan lauk itu.

Melihat keadaan demikian kemudian kami mengurungkan niat untuk bergabung dan kami menyambung dengan shalat Jamak Magrib dan Isya. Setelah selesai sholat kami memutuskan untuk keluar. Ketika kami di luar teman-teman perempuan belum pada kelihatan akhirnya Mas Yazid menelpon salah satu di antara mereka. Beda cerita, mereka sedang akan mulai makan. Ini berarti kami menunggu di luar teman-teman perempuan kami yang sedang makan dengan suhu yang berkisar antara minus beberapa. Lengkaplah sudah, menahan lapar sejak tadi berakhir dengan tidak kebagian makan malam di parkiran Islamic Centre yang dinginnya membuat gigi terkatuk...”rrrrrrr....”

Setelah par aladies selsai. aku langsung diajak mengambil alat-alat musik di apartemen Mba Yuyun. Ada gitar, celo,siter dan juga tifa. Oleh mereka kemudian aku diajak ke tempat Mas Angga.

“Monggo mas Nanang silakan masuk” sapanya.
“Iya mas matur suwun, sugeng ndalu dan salam kenal saya Nanang” balasku.

Aku sempat terkaget karena sikap mas Angga terasa Jogja sekali dan ternyata benar, beliau tinggal di Jogja semenjak SMA sampai kuliah jadi semua menjadi masuk akal walau terlahir di Papua. Di sana kemudian beberapa teman lain menyusul gabung. Ada Mas Soni dan istrinya dan juga Mba Arin yang kemudian menyusul. Di sana ternyata juga sudah disiapkan makan malam untuk kami. Perpaduan nasi hangat dan sayur kacang kering dan sayur lainnya cukup mengobati kekecewaan kami ketika di Islamic Centre tadi. Sehabis itu aku keluarkan Bakpia dan Beer jawa yang ku bawa dari Jogja. Kami juga menikmatiya sambil kami berlatih menyanyi untuk malam peringatan Tsunami Aceh tanggal 26 besoknya. Aku pun langsung ikut bergabung main musik, aku pegang celo waktu itu. Sampai sekitar jam 2 aku diantar ke apartemen Mas Yusran untuk menginap di sana oleh Mba Arin. Sementara Mas Yusran waktu di Colombus langsung pergi ke Pittsburgh kamarnya kosong dan aku dipersilakan menempatinya. Aku pun kemudian tidur lelap sampai jam 8 an pagi, mantap.

Hari ini matahari begitu cerahnya menembus jendela kamar Mas Yusran hingga mengalahkan sinar lampu meja yang ku nyalakan sebelum tidur. Ah, sudah siang pikirku tapi ternyata baru jam 08.30 an. Aku mulai melihat keluar jendela dan melihat kristal-kristal putih di rerumputan dan pohon yang tidak berdaun, kristal-kristal itulah yang membuat gigiku semalam bergetar dan mulut mengepul ketika pulang dari tempat Mas Angga. Kaca-kaca mobil nampak memutih begitu juga dengan kap dan bodinya. Di atap rumah-rumah nampak pula serbuk-serbuk putih yang mirip dengan tepung gandum dan di barisan pepohonan sana nampak ranting bergoyang-goyang, ternyata tupai berlarian dengan girangnya tanpa merasa kedinginan. Semua seolah membeku dan udara nampak begitu kaku menghembus bulir-bulir kristal embun putih itu, aku belum berani keluar karena belum terbayang olehku betapa dinginnya di luar sana.

Waktunya mandi setelah sejak dari Jakarta aku belum mandi. Masuk kamar mandi menjadikanku harus belajar sesuatu yang baru. Di sini kran air memiliki dua putaran dengan pilihan suhu panas dan dingin. Di wastafel dengan jelas ada begitu tapi di bath-tub cuma ada  satu kran dan ketika mulai ku gunakan airnya duinginnya minta ampun. Seperti sedang memegang es balok rasa dinginnya mengerutkan pembuluh darah dan kulit hingga menusuk tulang-tulang tangan sampai terasa kaku dan rapuh. Tak tahan aku dengan air itu hingga ku minta Mas Iqra emberi tahu bagaimana mendapat air hangatnya. Mudah saja ternyata, tinggal putar kran itu sampai pol dan air panas akan mengalir. Urusan mandi beres dan segarnya bukan main.

Selesai aku mandi, Mas Iqra sudah nampak sibuk di dapur. Mas Iqra sedang membuat sarapan nampaknya, dan itu benar. Dia membuat sarapan dengan. Aku dimanjakan olehnya dengan menunya yang sungguh enak, sayur dan campuran bumbu khas bali sangat membangkitkan selera makan. Kami pun sarapan dan dilanjut jalan-jalan ke kampus dan apartemen teman. Saat ini aku sedang di apartemen Mba Eli, salah satu dari teman-teman yang turut menjemput semalam. Di sini masak lagi sebelum nanti akan jalan-jalan dengan mereka dan sesi foto-foto. Namun cuaca siang ini sungguh menggoda. Selesai makan siang jadi tak tertahankan kantuk yang masih ku bawa dari Indonesia. Di sebelah jendela yang menembus ke pegunungan di sebelah kampus aku tiduran dan akhirnya sampai sore sehingga terlewatkanlah sesi foto-foto dengan teman-teman, pulas.

Agenda hari ini masih bersama-sama mereka sampai nanti malam. Hari ini akan dilanjut jalan-jalan dan nanti malam akan ada pengajian di tempat Pak Yojo yang mestinya tadi malam. Beruntungnya aku datang dan disambut dengan mereka dengan sangat ramah, akrab dan langsung kenal saja. Dengan begitu aku tidak perlu kesulitan untuk mencari kenalan lagi di negeri jauh ini. Dengan pengalaman dengan teman-teman ini aku merasa memiliki keluarga baru, keluarga yang sama-sama memiliki semangat panas untuk menepis musim dingin ini untuk memulai belajar lagi awal Januari nanti, di sebuah kota kecil yang berselimut kristal es dan semburat sinar matahari di langit selatan di seberang barat daya danau Niagara.

Commons Apartment,
Athens 25 December 2011