Setelah menu terakhir yang diberikan oleh
para flight attendances beberapa puluh menit kemudian disuarakan pesan oleh
awak pesawat bahwa pesawat akan mendarat sebentar lagi. Sabuk pengaman harus
dikenakan beriku sandaran kursi ditegakkan. Kulihat di balik jendela
gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan megahnya dengan keyakinan bahwa
disanalah tempat Spiderman dibuat dan juga beberapa film Hollywood lainnya.
Tepat di seberang kanaku seorang anak muda Afro-American yang beramput
dipilin-pilin persis tokoh Twinky dalam film Tokyo Drift. Sementara tepat di
sisi kiriku seorang wanita Jepang yang selalu menanyakan “Are you okey with your food?” dengan pronounciation Jepangnya yang khas. Ku
perhatikan setiap orang dengan konsentrasinya masing-masing. Kebanyakan mereka
membaca buku, bermain game, mendengarkan musik dan aku sendiri mencoba
menghabiskan cerita Rasus dan Srinthil dalam buku “Ronggeng Dukuh Paruk”.
Ia itu belum apa-apa. Berbidang-bidang
tanah di kejauhan dan rumah-rumah yang nampak jarang dengan halaman luas
menandakan bahwa hari itu pesawat benar-benar akan mendarat di benua Paman Sam.
Derit badan pesawat dan juga hentakan-hentakan kecil membuatku tidak lagi bisa
memejamkan mata. Napasku tertahan dan jantungku semakin berdegub dengan kuat
namun teratur. Sejenak aku tertegun, menyadari bahwa kakiku akan menginjakkan di
negeri adidaya itu. Negeri yang selama ini dikenal dunia dengan sederet cerita hitam
dan putihnya. Deru angin dari sayap pesawat jumbo jet itu membuat sensasi udara
semakin terasa bahwa pesawat itu akan segera hinggap di lintasan yang sangat panjang
di bandara John F Kennedy, New York.
Berbaris di keimigrasian aku menyapa
seorang penjaga yang nampak seperti orang tetangga desa yang biasa ke ladang di
bawah terik sinar matahari. Ia memakai seragam hitam-hitam yang membalut kulit
hitamnya yang kemudian dengan sangat ramah menyapa dan membantu.
"Oh please you get in line here"
setelah ku bilang bahwa aku punya
connecting flight ke Ohio. Aku pun didahulukan daripada teman2 sepesawat untuk
masuk keimigrasian. Beres dan aku bergegas mencari gate 23 dimana aku barus
berjalan dari gate 1, jauhnya minta maaf. Disana pesawat sudah menunggu, sebuah
pesawat komersial ukuran kecil yang berbentuk seperti pesawat jet pribadi
dengan dua mesin di kanan kiri ekornya.
"This is my plane" batinku.
Aku pun masuk, sudah ada pramugari dengan
wajah khas Amerika di sana, Anna. Aku masuk pertama kali di pesawat itu
ternyata penumpang lain belum pada masuk. Setelah beberapa waktu, seats pun
penuh dan kami siap berangkat.
Setelah tinggal landas, melambunglah pesawat
itu menembus awan-awan tipis di atas New York. Di kejauhan nampak matahari yang
masih terang menjelang sore, diarah berlawanan terhampar luas samudera atlantik
dengan garis pantainya yang membujur ke selatan, indahnya. Di pinggiran kota
nampak tata kota yang begitu rapi dengan desain jalan yang lurus-lurus sehingga
persimpangannya membentuk sudut-sudut 90 derajat. Diantaranya banyak
danau-danau kecil dan sunga-sungai yang nampak begitu besar berkelok-kelok
sampai jauhnya tertutup awan yang bergumpal-gumpal tipis. Pada suatu sudut
kutemui dua pemancang jembatan yang sangat tinggi, oh itu mungkin jembatan
Broklyn yang selama ini terkenal dengan kekhasannya dengan warna merah
dikelilingi gedung bertingkat. Di situlah beberapa film-film Box Office dibuat
seperti Rumble in the Bronk dan lainnya.
Dalam penerbangan itu aku
terkantuk-kantuk, akupun tidak kuasa menolak rasa kantuk yang menjadi-jadi
sehingga perjalanan 1,5 jaman itu tiba2 sampai pada tujuan, Columbus Airport.
Pesawat mendarat dengan mulusnya diikuti petugas pengatur lorong yang memasangkan
lorongnya ke badan pesawat pas di pintu depan.
“Thank you, happy holliday” kata Anna.
Akupun membalasnya dengan senyum gembira “Thank you Anna, bye”.
Berakhirlah perjalananku di udara dan
waktunya menunggu Pak Yojo dan 6 teman lainnya menjemput. Setelah ku ambil
bagasi, aku mencari tempat penjemputan dan ternyata Pak Yojo dan teman-teman
belum di situ.
Aku bertanya kepada petugas, “Exuse me, where I can get public phone to
call my friend?, I just arrived from Indonesia and now I don’t have a cellphone
now”,
“Oh you can use the phone with coins, over there (sambil menunjuk ke arah
belakangku) but if you don’t find it you can ask to the officer inside there.” Jawab petugas itu.
Aku pun bergegas masuk dan mencarinya.
Namun telefon umum itu sangat aneh bagiku. Tidak ada tombol untuk menekan nomer
tujuan atau lubang untuk memasukkan koin ditambah di stan itu penjaganya sedang
tidak ada. Dengan keadaan itu aku bertanya pada seseorang yang nampak seperti
orang Amerika Latin.
“I’m sorry sir, are you officer here?” tanyaku.
“Oh no I’m not” jawabnya
“Oh I’m so sorry, I Just wanna ask you how to use that phone (sambil ku tunjuk ke arah telephon umum itu, dengan harapan juga dia
akan menawarkan bantuan untuk menggunakan hand phonenya juga sebenarnya)”
Benar harapanku terkabul.
“Oh you can use mine, your friend’s number?”
Aku pun memberikan nomer Pak Yojo dan Mas
Yusran untuk ditelfon dan akhirnya Pak Yojo yang mengangkat.
“Oke mas Nanang, tunggu sebentar ya, ini teman-teman minta diantar juga
untuk membeli beberapa barang di Colombus” kata pak Yojo.
“Oke pak, saya tunggu di passenger pick-up area ya..?”. “Oke tunggu saja di situ” jawab beliau.
Sejujurnya aku merasa tidak begitu tahan
dengan udara yang begitu menghujampori-pori kulit. Tulangku terasa membeku dan
mungkret seperti ketika memegang es batu. Wajahku terasa begitu perih dan
kakunya dengan udara itu, maklum di mBantul tidak pernah seperti ini. Maka dari
itu aku memilih menunggu di dalam bandara. Aku mencoba cara orang barat memulai
percakapan dengan membicarakan tentang cuaca. Seorang ibu yang sama-sama
menunggu jemputan ku ajak bicara tentang cuaca.
“It’s so cold outside there, isn’t it?”
kataku
“ yeah, but this is warm enough actually”
jawabnya yang membuatku kaget.
“Where do you come from? Lanjutnya
“ I am from Indonesia and this is my first
time to be here..Indonesia never has winter season” gayaku sok akrab, tapi
diluar dugaanku dia tetap menanggapi dengan ramah tidak seperti yang ku
bayangkan sebelumnya.
Beberapa waktu berselang akhirnya mereka
datang. Bersama Pak Yojo ada Mas Yazid, Mas Yusran, Mas Iqra, Mas Hakim, Mba
Eli dan Mba Yuyun. Mereka sudah ku kenal lewat Facebook dan kami jadi langsung
kenal dan mulai bercanda. Setelah dari bandara kami ke Wallmart. Tempat itu
seperti Carefour kalau di Indonesia. Berbagai barang belanjaan ada di sana
namun malam itu sudah nampak mulai sepi karena itu merupakan malam Natal. Di
sana teman-teman membeli beberapa kebutuhan begitu juga dengan aku yang membeli
sedikit keperluan untuk sekedar bekal bertahan hari esok dan tidak lupa membeli
lips palm untuk melumasi bibirku yang mulai pecah oleh suhu yang begitu dingin.
Selesai dan kami pulang melewati kota Colombus yang sepi karena malam Natal.
Perjalanan sekitar 2 jam dari colombus, di
jalan kami mengobrol, bercanda, dan bernyanyi. Mas Hakim atau biasa dipanggil
Mas Daeng (berasal dari Makasar) yang selalu bercanda dan menyanyikan lagu
Ebiet atau juga Bang Haji, Judi. Suasana di dalam mobil itu kian hangat dan
ramai sampai kami sampai di Colombus. Sesampai di Colombus ternyata teman-teman
ada undangan makan bersama di Islamic
Centre. Begitu akan memasuki Islamic Centre Mba Yuyun dan Mba Eli naik ke
atas, tempat untuk para sisters dan kami masuk ke ruang lantai dasar di mana
brothers berkumpul. Sampai di sana nampak orang berkelompok-kelompok dengan
nampan berukuran diameter sekitar 80cm di depan mereka. Mereka sedang makan
bersama-sama dengan cara kembul dan nampak nasi dan lauknya sudah bercampur berserakan.
Mungkin bisa dibayangkan kalau mereka berkelompok berlima dan masing-masing
merauk nasi dan lauk apa jadinya gugusan nasi dan tumpukan lauk itu.
Melihat keadaan demikian kemudian kami
mengurungkan niat untuk bergabung dan kami menyambung dengan shalat Jamak
Magrib dan Isya. Setelah selesai sholat kami memutuskan untuk keluar. Ketika
kami di luar teman-teman perempuan belum pada kelihatan akhirnya Mas Yazid
menelpon salah satu di antara mereka. Beda cerita, mereka sedang akan mulai
makan. Ini berarti kami menunggu di luar teman-teman perempuan kami yang sedang
makan dengan suhu yang berkisar antara minus beberapa. Lengkaplah sudah,
menahan lapar sejak tadi berakhir dengan tidak kebagian makan malam di parkiran
Islamic Centre yang dinginnya membuat gigi terkatuk...”rrrrrrr....”
Setelah par aladies selsai. aku langsung diajak mengambil alat-alat musik
di apartemen Mba Yuyun. Ada gitar, celo,siter dan juga tifa. Oleh mereka
kemudian aku diajak ke tempat Mas Angga.
“Monggo mas Nanang
silakan masuk” sapanya.
“Iya mas matur suwun,
sugeng ndalu dan salam kenal saya Nanang” balasku.
Aku sempat terkaget karena sikap mas Angga
terasa Jogja sekali dan ternyata benar, beliau tinggal di Jogja semenjak SMA
sampai kuliah jadi semua menjadi masuk akal walau terlahir di Papua. Di sana
kemudian beberapa teman lain menyusul gabung. Ada Mas Soni dan istrinya dan
juga Mba Arin yang kemudian menyusul. Di sana ternyata juga sudah disiapkan
makan malam untuk kami. Perpaduan nasi hangat dan sayur kacang kering dan sayur
lainnya cukup mengobati kekecewaan kami ketika di Islamic Centre tadi. Sehabis
itu aku keluarkan Bakpia dan Beer jawa yang ku bawa dari Jogja. Kami
juga menikmatiya sambil kami berlatih menyanyi untuk malam peringatan Tsunami
Aceh tanggal 26 besoknya. Aku pun langsung ikut bergabung main musik, aku
pegang celo waktu itu. Sampai sekitar jam 2 aku diantar ke apartemen Mas Yusran
untuk menginap di sana oleh Mba Arin. Sementara Mas Yusran waktu di Colombus
langsung pergi ke Pittsburgh kamarnya kosong dan aku dipersilakan menempatinya.
Aku pun kemudian tidur lelap sampai jam 8 an pagi, mantap.
Hari ini matahari begitu cerahnya menembus
jendela kamar Mas Yusran hingga mengalahkan sinar lampu meja yang ku nyalakan
sebelum tidur. Ah, sudah siang pikirku tapi ternyata baru jam 08.30 an. Aku
mulai melihat keluar jendela dan melihat kristal-kristal putih di rerumputan
dan pohon yang tidak berdaun, kristal-kristal itulah yang membuat gigiku
semalam bergetar dan mulut mengepul ketika pulang dari tempat Mas Angga.
Kaca-kaca mobil nampak memutih begitu juga dengan kap dan bodinya. Di atap
rumah-rumah nampak pula serbuk-serbuk putih yang mirip dengan tepung gandum dan
di barisan pepohonan sana nampak ranting bergoyang-goyang, ternyata tupai
berlarian dengan girangnya tanpa merasa kedinginan. Semua seolah membeku dan
udara nampak begitu kaku menghembus bulir-bulir kristal embun putih itu, aku
belum berani keluar karena belum terbayang olehku betapa dinginnya di luar
sana.
Waktunya mandi setelah sejak dari Jakarta
aku belum mandi. Masuk kamar mandi menjadikanku harus belajar sesuatu yang
baru. Di sini kran air memiliki dua putaran dengan pilihan suhu panas dan
dingin. Di wastafel dengan jelas ada begitu tapi di bath-tub cuma ada satu kran dan ketika mulai ku gunakan airnya
duinginnya minta ampun. Seperti sedang memegang es balok rasa dinginnya
mengerutkan pembuluh darah dan kulit hingga menusuk tulang-tulang tangan sampai
terasa kaku dan rapuh. Tak tahan aku dengan air itu hingga ku minta Mas Iqra
emberi tahu bagaimana mendapat air hangatnya. Mudah saja ternyata, tinggal
putar kran itu sampai pol dan air panas akan mengalir. Urusan mandi beres dan
segarnya bukan main.
Selesai aku mandi, Mas Iqra sudah nampak
sibuk di dapur. Mas Iqra sedang membuat sarapan nampaknya, dan itu benar. Dia
membuat sarapan dengan. Aku dimanjakan olehnya dengan menunya yang sungguh
enak, sayur dan campuran bumbu khas bali sangat membangkitkan selera makan.
Kami pun sarapan dan dilanjut jalan-jalan ke kampus dan apartemen teman. Saat
ini aku sedang di apartemen Mba Eli, salah satu dari teman-teman yang turut
menjemput semalam. Di sini masak lagi sebelum nanti akan jalan-jalan dengan
mereka dan sesi foto-foto. Namun cuaca siang ini sungguh menggoda. Selesai
makan siang jadi tak tertahankan kantuk yang masih ku bawa dari Indonesia. Di
sebelah jendela yang menembus ke pegunungan di sebelah kampus aku tiduran dan
akhirnya sampai sore sehingga terlewatkanlah sesi foto-foto dengan teman-teman,
pulas.
Agenda hari ini masih bersama-sama mereka
sampai nanti malam. Hari ini akan dilanjut jalan-jalan dan nanti malam akan ada
pengajian di tempat Pak Yojo yang mestinya tadi malam. Beruntungnya aku datang
dan disambut dengan mereka dengan sangat ramah, akrab dan langsung kenal saja.
Dengan begitu aku tidak perlu kesulitan untuk mencari kenalan lagi di negeri jauh
ini. Dengan pengalaman dengan teman-teman ini aku merasa memiliki keluarga
baru, keluarga yang sama-sama memiliki semangat panas untuk menepis musim
dingin ini untuk memulai belajar lagi awal Januari nanti, di sebuah kota kecil
yang berselimut kristal es dan semburat sinar matahari di langit selatan di
seberang barat daya danau Niagara.
Commons Apartment,
Athens 25 December 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar